Ujian Kenegarawanan Jokowi

 Disclaimer : tulisan ini merupakan repost dari tulisan saya di kompasiana


Presiden Jokowi dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Sumber : ANTARA Foto/Puspa Perwitasar

Salah satu hal yang menunjukkan kualitas kepemimpinan adalah integritas. Artinya, tindakan konsisten dengan ucapan. Dalam matematika, satu ditambah satu, dalam bilangan persepuluhan, sama dengan dua. Hari ini, besok atau kapanpun akan tetap seperti itu. Konsisten dan konsekuen.

Tetapi, prinsip konsisten dan konsekuen tidak berlaku bagi politisi. Hari ini satu ditambah satu sama dengan dua, besok belum tentu dua. Tergantung arah anginnya kemana. Karena, seni berpolitik adalah kompromi. Keahlian itu memang harus dimiliki setiap politisi kalau ia ingin survive di dunia politik.

Makanya, kita jangan kaget melihat perubahan sikap politisi. Ucapannya tidak bisa dipercaya. Karena, natur politisi memang miskin integritas.

Belum lama ini, Presiden Jokowi mengejutkan kita dengan mengatakan bahwa fokus pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 adalah kesehatan. Jokowi mengatakan kesehatan harus baik agar ekonomi kembali membaik.

Meskipun terlambat, pernyataan Jokowi patut diapresiasi dan diberi kesempatan agar pandemi Covid-19 bisa dikendalikan dengan baik.

Entah berkaitan atau tidak, tak lama kemudian Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan membuat keputusan untuk kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta mulai 14 September 2020, atau hari ini.

Kebijakan ini diambil Anies Baswedan untuk menekan penyebaran virus korona di Jakarta, sehingga angka kematian setelah terinfeksi Covid-19 bisa ditekan. Seperti biasa, keputusan tersebut ditentang oleh pembantu Jokowi. Airlangga Hartarto menolak kebijakan Anies Baswedan karena kuatir akan melumpuhkan roda perekonomian.

Alasan Airlangga Hartarto diperkuat dengan jatuhnya Indek Harga Saham Gabungan (IHSG), tidak lama setelah Anies Baswedan mengumumkan rencana akan kembali menerapkan PSBB di Jakarta.

Kita pasti jengah melihat tindak tanduk para pemimpin yang demikian. Komunikasi dan koordinasi pusat dan daerah sangat buruk. Mereka tidak sehati menangani pandemi Covid-19. Parahnya lagi, politisi dan buzzer, baik yang pro Jokowi dan pro Anies, berantem dan mengaitkannya dengan politik dan kekuasaan. Absurd, konyol dan menjengkelkan.

Terlepas ada atau tidaknya motif politik dibalik keputusan Anies Baswedan, kita hanya menginginkan para pemimpin baik pusat dan daerah, bisa bersinergi menangani pandemi dengan cepat dan tepat.

Angka kematian setelah terinfeksi Covid-19 di Indonesia sudah sangat tinggi. Tenaga kesehatan sudah banyak yang berguguran. Kapasitas rumah sakit dikuatirkan akan semakin terbatas. Belum ada tanda- tanda pandemi terkendali dengan baik.

Presiden Jokowi harus segera turun tangan dan bertindak. Tidak cukup hanya dengan instruksi dan teguran kepada bawahan dan daerah. Bukan waktunya lagi melakukan pembiaran dan berdiam diri. Jokowi harus bisa melepaskan diri dari belenggu kepentingan politik dan pengusaha. Hanya dengan cara itu, ia bisa leluasa membuat kebijakan yang berbasis sains.

Jokowi punya otoritas dan kapasitas untuk memimpin langsung orkestrasi penanganan pandemi Covid-19. Supaya pembantunya dan pemerintah daerah memiliki kerja sama dan koordinasi yang selaras.

Jokowi harus membuktikan bahwa sikapnya yang memprioritaskan kesehatan bukanlah bualan. Lebih baik terlambat daripada sama sekali tidak belajar dari kegagalan diawal pandemi.

Bangsa kita butuh negarawan bukan sekedar politisi. Pemimpin yang memimpin. Jokowi masih bisa menjadikan masa pandemi ini sebagai momentum untuk menunjukkan kelasnya. Jika fokus pada kesehatan meningkatkan jumlah tes, sistem tracing dan pembatasan sosial harus konsisten dilakukan pemerintah.

Selain miskin integritas, mementingkan diri sendiri sudah menjadi natur politisi. Sebagai Presiden, Jokowi punya kekuasaan untuk membantu menyelamatkan nyawa rakyat Indonesia dari bahaya Covid-19.

Hal itu mestinya kelihatan dalam kebijakannya. Kebijakan yang diambil harusnya dalam rangka melindungi segenap warga, bukan kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Jokowi dan pembantunya harus mementingkan kepentingan bangsa diatas segalanya. Bukan hanya menyalahkan rakyat karena angka positif Covid-19 terus meningkat. Dan tidak membiarkan rakyatnya berjibaku sendiri ditengah kesulitan ekonomi selama pandemi

Kalau memang mementingkan rakyat, tes SWAB seharusnya digratiskan untuk semua orang. Para dokter dan perawat yang menjadi garda terdepan dalam pandemi, konsisten diperhatikan. Biaya hidup mereka yang kesulitan secara ekonomi selama pandemi ditanggung negara.

Harus diakui pandemi Covid-19 telah membawa kita kepada kondisi yang sangat sulit dan mencekam. Tidak ada manusia dan negara yang kebal. Kita juga harus konsisten dengan menjaga jarak, memakai masker dan rutin mencuci tangan.

Lebih dari itu, kita juga membutuhkan pemimpin yang punya integritas dan mengutamakan kepentingan negara. Itulah negarawan.

Sekarang, beban itu ada dipundak Jokowi sebagai pemimpin dan Presiden kita. Apakah Jokowi mau dikenang sebagai negarawan atau hanya sebatas politisi?

Sejarah yang akan mencatat.


Komentar