LEBIH BERBAHAYA NARKOBA ATAU KORUPSI?



            Dua minggu terakhir pemberitaan kasus impor daging dan narkoba jenis baru yang melibatkan artis RA menjadi headline diberbagai media. Sudah menjadi kekhasan media di Indonesia jika ada isu atau kasus baru selalu menjadi topik berita dan talk show dengan berbagai bahan pemberitaan yang menyangkut topik tersebut. Menarik menyimak pernyataan Suryopratomo dalam Economic Challenges (MetroTV, 4 Februari 2013) yang kurang lebih mengatakan rasa keadilan masyarakat kembali terkoyak akibat harga daging sapi di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia bahkan Australia. Selain harganya yang selangit, para pejabat pun mem-politisasi kebijakan impor daging dengan berlaku curang alias korupsi. Sungguh tidak manusiawi. Sudah menjadi pejabat dan kaya, masih saja rakus mengambil hak masyarakat untuk menikmati daging sapi. Tersangkanya yang menjadi sorotan publik adalah Luthfi Hasan Ishaaq, Presiden PKS sekaligus anggota DPR.
            Topik pemberitaan hangat yang tidak kalah menariknya adalah artis RA menggunakan narkoba jenis baru setelah berpesta dengan teman- temannya oleh BNN. Banyak yang tidak menyangka, seorang RA mau menggunakan obat- obat terlarang tersebut. Tapi apa kata, nasi sudah menjadi bubur. Benarlah kata- kata bijak : don’t judge the book by cover. Ya, penampilan luar tidak bisa menjadi penilaian identitas seseorang. Akibat menggunakan narkoba, banyak yang memperkirakan karier cemerlang RA akan berakhir di balik jeruji.
            Begitu nikmatnya narkoba dan korupsi, sampai- sampai lupa akan efeknya atau para koruptor dan pengguna/bandar narkoba menganggap hukum di Indonesia sudah tidak ada apa- apanya?. Hukuman yang sama- sama diterima bagi koruptor atau mengkonsumsi narkoba adalah hidup di penjara dalam waktu tertentu. Namun, jika kita berpikir sejenak dan membanding- bandingkan mana yang lebih berbahaya, korupsi atau narkoba?. Selama ini kita hanya pernah mendengar pengguna atau bandar narkoba pernah dihukum seumur hidup atau mati, belum pernah ada seseorang yang menyelewengkan uang negara dihukum seumur hidup bahkan mati. Kelihatannya hukum di Indonesia kurang adil. Bukankah mengambil uang negara sama saja dengan membunuh banyak masyarakat secara perlahan- lahan?. Efek jera bagi para koruptor untuk tidak korupsi lagi sepertinya tidak berlaku di kamus hukum Indonesia, bahkan ada beberapa mantan pidana korupsi kembali menjadi pejabat.
            Korupsi dan narkoba sama- sama mematikan, baik diri sendiri maupun orang lain. Kedua- duanya pun bisa membuat candu/ketagihan, yang satu candu terhadap uang dan yang satunya lagi ketagihan akan obat penenang. Jika pusat rehabilitas bagi pengguna narkoba mampu menolong penggunanya untuk tidak lagi kecanduan, apakah perlu pusat rehabilitas bagi para koruptor untuk tidak lagi candu mengambil uang negara?

Salam.

Komentar